JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menuding Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Budi Waseso berbohong terkait pernyataan tentang dirinya memiliki empat rumah.
Novel pun menyatakan akan menghadiahkan dua rumah untuk Budi Waseso. Syaratnya, yang bersangkutan bisa membuktikan bahwa Novel mempunyai empat rumah. Dia pun menegaskan hanya memiliki dua rumah.
‘’Namun karena Kabareskrim tetap yakin saya punya empat rumah, maka sekali lagi saya sampaikan silakan diambil dua rumah lain yang saya tidak memiliki itu,’’ ujar Novel saat membacakan pengantar permohonan praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/5).
Menurutnya, pernyataan Budi Waseso merupakan kebohongan demi menutupi kebohongan sebelumnya. Padahal, aparat penegak hukum seharusnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dengar Permohonan
‘’Justru melakukan kebohongan demi kebohongan. Salah satu kebohongan yang diucapkan oleh Kabareskrim, adalah saya memiliki empat rumah. Seolah-olah saya ini pegawai negeri yang memiliki harta melimpah,’’kata Novel.
Sidang praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Zuhairi dan digelar mulai pukul 10.00 itu hanya mendengarkan permohonan dari pihak pemohon Novel.
Penyidik senior KPK itu memohon Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penangkapan dan penahanannya oleh penyidik Bareskrim tidak sah. Menurutnya penangkapan dan penahanan terhadap dirinya tidak memenuhi syarat subjektif.
Kuasa hukum Novel, Bahrain menyebut bahwa dalam surat perintah penahanan Novel nomor SP.Han/10/V/- 2015 Dittipidum tertanggal 1 Mei tertulis pertimbangan bahwa untuk kepentingan penyidikan dan berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup.
“Tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana maka perlu dikeluarkan surat perintah ini,” ujarnya dalam persidangan.
Kooperatif
Menurutnya, Novel Baswedan yang telah siap diperiksa setelah didampingi penasihat hukumnya adalah bukti Novel kooperatif dalam proses penyidikan. ‘’Novel siap kooperatif dalam menjalani proses hukum,” jelasnya.
Selain itu, kuasa hukum Novel lainnya, Yulius Ibrani mengatakan, penangkapan Novel tidak sah lantaran tidak sesuai prosedur serta adanya surat perintah yang kedaluwarsa.
‘’Bahwa panggilan pertama penyidik Bareskrim Polri kepada Novel Baswedan dilakukan pada tanggal 20 Februari 2015 namun Novel tidak dapat menghadiri panggilan dikarenakan tugas di KPK. Hal tersebut telah diberitahukan kepada penyidik sejak tanggal 18 Februari 2015,’’katanya.
Untuk panggilan kedua pada 26 Februari, Yulius menyebut Novel tidak dapat hadir dan telah dikonfirmasi ke pihak Mabes Polri.
Menurut Yulius, seharusnya penyidik mengikuti ketentuan Pasal 113 KUHAPdan Pasal 66 ayat 6 Perkap 14 tahun 2012 dengan melakukan pemeriksaan di tempat kediaman tersangka.
‘’Atau di tempat lain yang tidak melanggar kepatutan dan bukan justru penangkapan,’’ujarnya.
Dia menandaskan, saat ditangkap pada 1 Mei 2015, Novel membukakan pintu rumahnya sendiri dan mempersilakan penyidik masuk ke ruang tamu. Namun penyidik mengikuti Novel sampai di depan pintu kamar tanpa meminta izin.
Yulius juga mempermasalahkan mengenai tanggal di surat perintah penangkapan Novel dengan nomor SP.- KAP/19/IV/2015 DITTIPIDUM tertanggal 24 April 2015.
Menurut Yulius, surat itu hanya berlaku satu hari sejak diterbitkan. ‘’Dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan untuk paling lama satu hari. Maka surat perintah penahanan tersebut hanya berlaku paling lama, sampai 25 April 2015,’’ ujarnya.
Karena itu, menurutnya, penangkapan terhadap Novel Baswedan pada 1 Mei 2015 itu tidak didasari surat perintah yang sah dan mengakibatkan penangkapan tersebut tidak sah.
Novel menuntut ganti rugi kepada Bareskrim Mabes Polri Rp 1 rupiah.
‘’Kami ingin menunjukkan bukan ganti rugi yang penting, tapi pernyataan bahwa apa yang dilakukan oleh Polri itu salah, sebagai bentuk pembelajaran agar tidak ada tersangka lain yang diperlakukan seperti ini,’’ujar Yulius.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum Polri, Joel Baner Toendan mengatakan, penyidik dalam menjalankan kewajibannya sebagai aparat penegakan hukum sudah sesuai peraturan.
‘’Itu sudah melaksanakan tugasnya sesuai KUHAP,’’katanya setelah menjalani persidangan.
Apalagi, menurut Joel, penyidik dalam melakukan penangkapan telah berkoornidasi dengan pihak keamanan Perumahan termohon (Novel).
‘’Sudah melapor RT/RW dan didampingi petugas keamanan,’’ jelasnya.
Karena itu, menurutnya, gugatan praperadilan Novel Baswedan bukan sesuatu yang istimewa. Pasalnya gugatan praperadilan sudah biasa dilakukan terkait soal penangkapan.
“Sering terjadi (gugatan praperadilan), selalu ada penangkapan dan penahanan. Jadi biasa aja,’’ ujarnya. (K24 – 61)
suaramerdeka
Novel pun menyatakan akan menghadiahkan dua rumah untuk Budi Waseso. Syaratnya, yang bersangkutan bisa membuktikan bahwa Novel mempunyai empat rumah. Dia pun menegaskan hanya memiliki dua rumah.
‘’Namun karena Kabareskrim tetap yakin saya punya empat rumah, maka sekali lagi saya sampaikan silakan diambil dua rumah lain yang saya tidak memiliki itu,’’ ujar Novel saat membacakan pengantar permohonan praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/5).
Menurutnya, pernyataan Budi Waseso merupakan kebohongan demi menutupi kebohongan sebelumnya. Padahal, aparat penegak hukum seharusnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dengar Permohonan
‘’Justru melakukan kebohongan demi kebohongan. Salah satu kebohongan yang diucapkan oleh Kabareskrim, adalah saya memiliki empat rumah. Seolah-olah saya ini pegawai negeri yang memiliki harta melimpah,’’kata Novel.
Sidang praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Zuhairi dan digelar mulai pukul 10.00 itu hanya mendengarkan permohonan dari pihak pemohon Novel.
Penyidik senior KPK itu memohon Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penangkapan dan penahanannya oleh penyidik Bareskrim tidak sah. Menurutnya penangkapan dan penahanan terhadap dirinya tidak memenuhi syarat subjektif.
Kuasa hukum Novel, Bahrain menyebut bahwa dalam surat perintah penahanan Novel nomor SP.Han/10/V/- 2015 Dittipidum tertanggal 1 Mei tertulis pertimbangan bahwa untuk kepentingan penyidikan dan berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup.
“Tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana maka perlu dikeluarkan surat perintah ini,” ujarnya dalam persidangan.
Kooperatif
Menurutnya, Novel Baswedan yang telah siap diperiksa setelah didampingi penasihat hukumnya adalah bukti Novel kooperatif dalam proses penyidikan. ‘’Novel siap kooperatif dalam menjalani proses hukum,” jelasnya.
Selain itu, kuasa hukum Novel lainnya, Yulius Ibrani mengatakan, penangkapan Novel tidak sah lantaran tidak sesuai prosedur serta adanya surat perintah yang kedaluwarsa.
‘’Bahwa panggilan pertama penyidik Bareskrim Polri kepada Novel Baswedan dilakukan pada tanggal 20 Februari 2015 namun Novel tidak dapat menghadiri panggilan dikarenakan tugas di KPK. Hal tersebut telah diberitahukan kepada penyidik sejak tanggal 18 Februari 2015,’’katanya.
Untuk panggilan kedua pada 26 Februari, Yulius menyebut Novel tidak dapat hadir dan telah dikonfirmasi ke pihak Mabes Polri.
Menurut Yulius, seharusnya penyidik mengikuti ketentuan Pasal 113 KUHAPdan Pasal 66 ayat 6 Perkap 14 tahun 2012 dengan melakukan pemeriksaan di tempat kediaman tersangka.
‘’Atau di tempat lain yang tidak melanggar kepatutan dan bukan justru penangkapan,’’ujarnya.
Dia menandaskan, saat ditangkap pada 1 Mei 2015, Novel membukakan pintu rumahnya sendiri dan mempersilakan penyidik masuk ke ruang tamu. Namun penyidik mengikuti Novel sampai di depan pintu kamar tanpa meminta izin.
Yulius juga mempermasalahkan mengenai tanggal di surat perintah penangkapan Novel dengan nomor SP.- KAP/19/IV/2015 DITTIPIDUM tertanggal 24 April 2015.
Menurut Yulius, surat itu hanya berlaku satu hari sejak diterbitkan. ‘’Dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan untuk paling lama satu hari. Maka surat perintah penahanan tersebut hanya berlaku paling lama, sampai 25 April 2015,’’ ujarnya.
Karena itu, menurutnya, penangkapan terhadap Novel Baswedan pada 1 Mei 2015 itu tidak didasari surat perintah yang sah dan mengakibatkan penangkapan tersebut tidak sah.
Novel menuntut ganti rugi kepada Bareskrim Mabes Polri Rp 1 rupiah.
‘’Kami ingin menunjukkan bukan ganti rugi yang penting, tapi pernyataan bahwa apa yang dilakukan oleh Polri itu salah, sebagai bentuk pembelajaran agar tidak ada tersangka lain yang diperlakukan seperti ini,’’ujar Yulius.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum Polri, Joel Baner Toendan mengatakan, penyidik dalam menjalankan kewajibannya sebagai aparat penegakan hukum sudah sesuai peraturan.
‘’Itu sudah melaksanakan tugasnya sesuai KUHAP,’’katanya setelah menjalani persidangan.
Apalagi, menurut Joel, penyidik dalam melakukan penangkapan telah berkoornidasi dengan pihak keamanan Perumahan termohon (Novel).
‘’Sudah melapor RT/RW dan didampingi petugas keamanan,’’ jelasnya.
Karena itu, menurutnya, gugatan praperadilan Novel Baswedan bukan sesuatu yang istimewa. Pasalnya gugatan praperadilan sudah biasa dilakukan terkait soal penangkapan.
“Sering terjadi (gugatan praperadilan), selalu ada penangkapan dan penahanan. Jadi biasa aja,’’ ujarnya. (K24 – 61)
suaramerdeka