DALAM industri mode, terdapat dua jenis bisnis yakni made to order dan ready to wear. Agar bisnis lebih berkembang, desainer fesyen harus menjalani dua jenis bisnis pasar mode tersebut.
Masih banyak desainer fesyen yang hanya menjalankan satu jenis bisnis pasar mode. Misalnya saja made to order yang sesuai pesanan dalam jumlah terbatas atau ready to wear yang jumlahnya lebih banyak. Setiap jenis bisnis ini memiliki peminatnya masing-masing sehingga desainer perlu menjalani kedua bisnis tersebut.
“Ada kebutuhan untuk busana limited, ada juga kebutuhan untuk busana ready to wear. Jadi menurut saya desainer fesyen harus memiliki dua brand, untuk limited dan ready to wear,” kata desainer Lenny Agustin kepada Okezone di butiknya yang ada di Setiabudi, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Lenny Agustin pun menganggap bahwa desainer harus bisa membuat dua jenis busana khusus pasar mode tersebut dengan modal kreativitas. Misalnya saja dengan busana limited yang dibuat kemudian bisa dikembangkan menjadi koleksi ready to wear.
“Pertama, kreativitas desainer itu kan harus dijaga, branding dia dalam menciptakan sesuatu yang kreatif juga harus tetap dijaga. Tapi bagaimana dari busana yang limited itu bisa menjadi ready to wear dan bisa dikenakan oleh masyarakat luas, lebih banyak,” jelas desainer yang tergabung dalam Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) ini.
Kendati ready to wear dibuat dalam jumlah yang banyak dan harga yang lebih terjangkau, desainnya pun tidak bisa dibuat seadanya. Sehingga desainer memang memerlukan pemikiran dan kreativitas khusus.
“Itu memerlukan lagi pemikiran khusus yang memang harus diaplikasikan, ready to wear pun bukan berarti busana yang biasa. Karena karakter dan sentuhan dari desainer fesyen harus tetap terasa. Jadi memang harus digarap dua pasar itu,” pungkas Lenny Agustin.
(fik)
Masih banyak desainer fesyen yang hanya menjalankan satu jenis bisnis pasar mode. Misalnya saja made to order yang sesuai pesanan dalam jumlah terbatas atau ready to wear yang jumlahnya lebih banyak. Setiap jenis bisnis ini memiliki peminatnya masing-masing sehingga desainer perlu menjalani kedua bisnis tersebut.
“Ada kebutuhan untuk busana limited, ada juga kebutuhan untuk busana ready to wear. Jadi menurut saya desainer fesyen harus memiliki dua brand, untuk limited dan ready to wear,” kata desainer Lenny Agustin kepada Okezone di butiknya yang ada di Setiabudi, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Lenny Agustin pun menganggap bahwa desainer harus bisa membuat dua jenis busana khusus pasar mode tersebut dengan modal kreativitas. Misalnya saja dengan busana limited yang dibuat kemudian bisa dikembangkan menjadi koleksi ready to wear.
“Pertama, kreativitas desainer itu kan harus dijaga, branding dia dalam menciptakan sesuatu yang kreatif juga harus tetap dijaga. Tapi bagaimana dari busana yang limited itu bisa menjadi ready to wear dan bisa dikenakan oleh masyarakat luas, lebih banyak,” jelas desainer yang tergabung dalam Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) ini.
Kendati ready to wear dibuat dalam jumlah yang banyak dan harga yang lebih terjangkau, desainnya pun tidak bisa dibuat seadanya. Sehingga desainer memang memerlukan pemikiran dan kreativitas khusus.
“Itu memerlukan lagi pemikiran khusus yang memang harus diaplikasikan, ready to wear pun bukan berarti busana yang biasa. Karena karakter dan sentuhan dari desainer fesyen harus tetap terasa. Jadi memang harus digarap dua pasar itu,” pungkas Lenny Agustin.
(fik)