Sektor usaha mikro juga terancam bangkrut, biaya produksi tinggi.
Oleh : Sigit A. Nugroho, D.A. Pitaloka (Malang) |
VIVAnews - Kenaikan harga elpiji 12 kilogram (kg) sejak 2 Januari 2015, berimbas pada turunnya permintaan serta mengancam kelangsungan bisnis sektor mikro kecil, di Kota Malang.
Maret Sri Kusnandar, manajer pemasaran PT Gading Mas Indah, salah satu agen elpiji di Kota Malang, menyebut kenaikkan harga elpiji 12 kilogram mencapai Rp18.000 per tabung.
Sebelumnya, harga elpiji 12 kilogram dari agen Rp116.000 per tabung. Sekarang, harga elpiji 12 kilogram Rp136.000 per tabung.
“Itu harga dari agen, kalau di pengecer harganya bisa mencapai Rp138.000 sampai Rp140.000 per tabung,” katanya, Minggu 4 Januari 2015.
Menurutnya, kenaikan elpiji ini berdampak pada turunnya permintaan di tempatnya. Meskipun baru berlangsung dua hari, penjulan elpiji di agen sudah mengalami penurunan, dari 400-500 tabung per hari menjadi sekitar 300 tabung per hari.
“Beberapa pelanggan memilih stop dulu, setelah tahu harganya naik. Ada juga pelanggan yang ingin pindah ke elpiji 3 kilogram. Kenaikkan kali ini memang terasa, karena baru tiga bulan naik, sekarang sudah naik lagi,” katanya.
Perajin terancam bangkrut
Selain permintaan turun, kenaikan LPG juga dirasakan dampaknya oleh perajin keramik, di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang.
Ketua paguyuban perajin keramik Dinoyo, Samsul Arifin menyatakan kenaikkan elpiji yang terjadi pada pertengahan September 2014 lalu sudah membuat beberapa perajin kalang kabut. Saat itu, banyak perajin keramik yang beralih profesi menjadi perajin gips.
Setiap melakukan pembakaran keramik, Samsul butuh 6 tabung elpiji 12 kilogram. Dalam satu bulan, ia melakukan pembakaran sebanyak 8 kali. Berarti, dalam satu bulan, Samsul butuh 48 elpiji 12 kilogram untuk proses pembakaran.
Sebelumnya elpiji 12 kilogram di tingkat pengecer seharga Rp119.000 per tabung. Dengan harga Rp119.000 per tabung untuk elpiji 12 kg, setiap bulan dia harus mengeluarkan ongkos Rp5.712.000 untuk membeli elpiji.
Jika harga elpiji naik menjadi Rp136.000 per tabung, berarti biaya elpiji membengkak menjadi Rp6.528.000 per bulan.
“Jumlah perajin di sini (Dinoyo) sekitar 34 orang. Dari jumlah itu ada 10 perajin yang pindah menjadi perajin gips akibat harga elpiji yang naik pada September 2014 lalu. Kalau sekarang harga elpiji naik lagi, mungkin akan bertambah banyak yang pindah menjadi perajin gips,” kata Samsul.
Beralihnya perajin keramik menjadi perajin gips lantaran untuk membuat kerajinan gips tak memerlukan proses pembakaran. Sedangkan, untuk membuat keramik, perajin tak bisa memakai elpiji melon kemasan 3 kg.
“Sekali membakar, butuh sekitar 70 kilo elpiji, kalau pakai melon bisa butuh kompor yang sangat luas karena harus menampung banyak tabung. Tidak efisien,” katanya.
Biasanya, jika ongkos produksi naik perajin akan meningkatkan harga jual. Namun, opsi itu sangat dihindari, mengingat pembeli keramik sangat sensitif pada perubahan harga.
“Belum tahu mau dinaikkan berapa, kami khawatir pembeli lari kalau naik lagi, mungkin nanti akan banyak yang meninggalkan profesi ini,” katanya.
0 Komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentar Disini !!!